Senin, 26 Juli 2010

MPS WATES

MPS Sampoerna Membantu Menciptakan Lapangan Kerja

YOGYAKARTA – Tangan-tangan mulus ratusan pekerja perempuan muda terlihat lincah melinting, menggunting dan mengepak rokok bermerek Dji Sam Soe. Harapan akan kepastian penghasilan terpancar di wajah mereka. “Saya sebelumnya tidak punya pekerjaan,” kata salah seorang dari pekerja dibagian cutting itu.

Para pekerja wanita tersebut merupakan bagian dari 1.505 orang pekerja di PT Patria Adikarsa yang berlokasi di Kulon Progo, DI Yogyakarta itu. Dari seluruh pekerja itu antara lain di bagian giling sebanyak 900 orang, gunting 171 orang, pak 171 orang dan bandrol 130 orang. Keempat bagian itu seluruhnya adalah perempuan.
Perusahaan yang memproduksi rokok untuk PT HM Sampoerna melalui sistem Mitra Produksi Sigaret (MPS) mempekerjakan orang-orang dari masyarakat sekitar Kulon Progo. Kehadiran industri rokok di Kulon Progo tak pelak menjadi sentra ekonomi baru di kabupaten yang penduduknya masih tergolong prasejahtera.
“Di sekitar pabrik kini banyak muncul kos-kosan maupun pedagang. Efek dari MPS dirasakan oleh penduduk secara nyata,” kata Head Public Relation PT HM Sampoerna, Yudi Rizard Hakim.
Menciptakan lapangan kerja baru memang tujuan dari pendirian MPS. Adalah Putra Sampoerna sebagai penggagas ide MPS ingin melihat laju pertumbuhan ekonomi di desa bisa berkembang. Karena itu, Sampoerna menggandeng UKM, koperasi dan pondok pesantren untuk memproduksi rokok. Melalui MPS, Sampoerna dapat mewujudkan kepedulian sosial (corporate social responsibility) sekaligus sebagai implementasi warga usaha yang baik.
MPS Sampoerna dimulai sejak 1994 di Surabaya dan kini telah mampu menyerap tenaga kerja 36.498 orang tersebar di 25 lokasi, yakni 18 MPS di Jawa Timur, 5 MPS di Jawa Tengah dan 2 MPS berlokasi di Yogyakarta.
PT Patria Adikarsa merupakan MPS ke 25 dan diresmikan Gubernur DIY Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono XII, Senin (27/9). “MPS kedua di Yogyakarta akan menggairahkan perekonomian daerah setempat dan mendorong terbukanya lapangan kerja,” kata Sri Sultan.
Managing Director PT HM Sampoerna, Angky Camaro, mengemukakan MPS dirancang dengan pendekatan saling menguntungkan (win-win approach). Menguntungkan bagi pemilik MPS, Sampoerna dan pemerintah daerah setempat.
Deputi Operations PT HM Sampoerna Laurentius Krisnadi mengungkapkan MPS memberi manfaat bagi salah satu perusahaan rokok kretek terbesar itu. Dalam rangka meningkatkan produksi Sampoerna tidak perlu harus membuka pabrik terpusat pada satu tempat. Penyebaran pabrik justru menguntungkan Sampoerna karena dapat mendekatkan produksi ke konsumen. Rokok yang diproduksi MPS memang ditujukan terutama untuk pasar di daerah sekitar.
Merek yang diproduksi MPS adalah Dji Sam Soe 12, Dji Sam Soe 16, Dji Sam Soe Super Premium, Sampoerna Hijau dan Panamas Kuning.
“Kerja sama dengan masyarakat semakin memperkuat brand image Sampoerna,” tutur Laurentius.
***
Sampoerna memang menawarkan program MPS kepada masyarakat. Antusias mayarakat terhadap program ini pun diakuinya, sangat besar. Tapi, Sampoerna tidak mungkin menerima seluruh proposal yang masuk. “Sampoerna tidak sembarangan membuka MPS. Pengembangan MPS tergantung dari permintaan, jangan sampai terjadi over supply,” kata Laurentius.
Sampoerna menetapkan persyaratan ketat terhadap pendirian MPS. Hal itu sudah dilakukan sejak pengajuan proposal. Berdirinya sebuah MPS mempertimbangkan banyak faktor, antara lain akses ke lokasi, ketersediaan tenaga kerja, permintaan di daerah setempat, kondisi masyarakat. Dalam proses produksi, pengelola MPS harus mengikuti standar yang berlaku di Sampoerna mulai dari aturan ketenagakerjaan harus sesuai dengan UU Tenaga Kerja hingga prosedur kerja dan kualitas produksi. “Tidak ada toleransi terhadap penyimpangan,” tegas Yudi.
Kemitraan terlihat sangat kental dalam dalam program ini. MPS hanya menyediakan tanah, bangunan dan tenaga kerja sedangkan bahan baku sepenuhnya dipasok oleh Sampoerna. Terhadap MPS yang sudah beroperasi maka Sampoerna menyerap seluruh produksi. Kini produksi rokok Sampoerna 60 persen dipasok MPS dan 40 persen berasal dari pabrik Sampoerna langsung.
Kepastian inilah yang diakui John Mosman, Direktur Utama PT Putra Patria Adikarsa membuat tertarik menjadi mitra Sampoerna. “Saya memproduksi barang yang sudah mempunyai pasar yang pasti,” kata John yang enggan mengatakan nilai investasinya. Menurutnya hal itu sudah menjadi kesepakatan antara Sampoerna dan MPS.
Dalam proses pendirian MPS Kulon Progo, John yang belum pernah berkecimpung dalam industri rokok, tidak mengalami hambatan sama sekali. Proposal yang diajukan langsung diterima oleh Sampoerna. Pengajuan ijin usaha pun dipermudah pemda Kulon Progo hanya butuh waktu tiga hari. MPS Kulon Progo mulai beroperasi 9 Juli 2004 dengan tahapa belajar sampai 3 bulan. Operasi penuh akan mulai berlangsung 9 Oktober 2004.
Selama proses pendirian MPS hingga beroperasi penuh Sampoerna terlibat langsung. Sampoerna ikut menyeleksi tenaga kerja dan memberikan pelatihan. Di MPS Kulon Progo, Sampoerna mendatangkan 68 tenaga pelatih. Sampoerna mendidik para tenaga kerja dari yang tidak tahu mengenai rokok dan tembakau menjadi orang yang ahli. Bahkan selesai proses belajar, Sampoerna menempatkan dua orang di MPS untuk mengawasi mutu.
Hasilnya, para pekerja MPS Kulon Progo kini dapat menghasilkan 200 batang/jam/orang. Sementara standar yang ditetapkan Sampoerna adalah 325 batang/jam/orang. “MPS diharapkan dapat memenuhi standar yang ditetapkan Sampoerna,” jelas Laurentius.
Sampoerna mengharapkan akan ada lagi MPS lain yang bisa berdiri. Lapangan kerja tersedia yang mengurangi beban pemerintah, pengusaha mendapat manfaat dan masyarakat mendapat pekerjaan. Itulah win-win.
(SH/naomi siagi) dikutip dari harian sore
Sinar Harapan 2003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar